Sejarah Desa Torongrejo

Peta Desa Torongrejo, Kota Batu

Legenda Desa Torongrejo

Keterbatasan sumber data mengenai kehidupan masa lalu di kawasan Torongrejo memaksa penulis untuk mengumpulkan lebih giat lagi data primer maupun sekunder.

Temuan berupa artefak dicobakait-kan dengan hasil penelitian para ahli sejarah. Menurut tim penelusuran sejarah Kota Batu, keberadaan Desa Torongrejo sudah dikenal sejak zaman prasejarah. 

Hal ini didasarkan pada temuan data arkeologis berupa artefak megalitik berjenis punden berndah berada di Dusun Tutup (Krajan) yang terkenal sebagai punden Mbah Ganden (Tunggul Wulung). 

Bangunan punden berundak ini hingga sekarang masih dipertahankan oleh warga sebagai pusat upacara desa, khususnya ketika berlangsung bersih desa.

 

Pada tempat yang berbeda, antara Desa Torongrejo dan Torongrejo, terdapat sejenis lumpang batu, warga setempat menamai sebagai Lumpang Kentheng

Menurut ahli sejarah, lumpang batu digunakan sebagai alat pelumat biji-bijian (jenis padi-padian), dan secara relegius digunakan sebagai perlengkapan upacara kesuburan tanah dan tanaman yang ada pada masa Hindu Budha dikenal sebagai upacara Dewi Sri. 

Selain itu, berdasarkan keterangan dalam sumber data prasasti di daerah lain, lumpang batu juga digunakan sebagai perlengkapan upacara penetapan daerah perdikan (Sima). Pada acara tersebut dilakukan pemotongan leher ayam (menetek guluning ayam) dengan lumpang batu sebagai landasannya.

Keterangan singkat diatas menunjukkan bahwa Torongrejo sudah berpenghuni sejak zaman prasejarah dengan tulang punggung perekonomiannya adalah bercocok tanam atau bertani.

Pada masa Hindu – Budha, Desa Torongrejo merupakan wilayah yang diperhitungkan. Sumber sejarah yang dapat membuktikan akan hal ini adalah ditemukannya patung Ganesha (ukuran besar) Ganesha kecil dan patung lembu jantan (dua yang terakhir hilang), serta berserakannya batu bata merah bekas reruntuhan candi di daerah Dusun Klerek.

 

Dalam kepercayaan Hindu Arca Ganesha, Lembu jantan, Lingga dan Yoni merupakan perwujudan Dewa Siwa. Dengan demikian daerah ini pernah menjadi tempat peribadatan agama Hindu, yang pada waktu itu dianut oleh bangsawan dan penduduk sekitar.

Islam masuk ke Torongrejo diperkirakan pada abad ke 18, dibawa oleh seorang tokoh agama yang bernama Kyai Syarif. Perjuangan Kyai Syarif dalam menyebarkan Islam pada saat itu sangat berat, karena pada saat itu penduduk sekitar sangat fanatik dalam memeluk agama lama yaitu Hindu.

Begitu lama beliau bergaul dengan seluruh warga namun tidak membawa hasil, hanya makian dan cemoohan yang beliau dapat, namun dengan sabar beliau menjalankan misinya sambil berdo’a memohon pertolongan kepada Allah. 

Sampai pada saat yang ditentukan oleh Allah, terjadi peristiwa besar yaitu kebakaran hebat yang memusnakan seluruh rumah yang ada di wilayah sekitar tempat tinggal Kyai Syarif. Pada waktu itu rumah masih terbuat dari kayu atau bambu yang beratapkan ilalang.

Atas izin Allah, rumah Kyai Syarif selamat dari kebakaran tersebut dan merupakan satu-satunya rumah yang tidak terbakar. Sejak saat itu Kyai Syarif mulai mendapat simpati dari warga, Beliau dianggap sebagai orang “linuwih“. 

Perlahan penduduk mulai memeluk agama Islam walaupun sekedar membaca syahadat. Demikian pengaruh Kyai Syarif mulai menyebar ke luar desa, sehingga beliau dipercaya sebagai pemimpin agama di wilayah Torongrejo dan sekitarnya.

Peninggalan Kyai Syarif  adalah berupa Al Qur’an kuno tulisan tangan yang sampai sekarang masih disimpan oleh salah satu keturunan beliau.

 

Dusun Klerek

Yang diyakini membuka dusun (mbedah krawang) Dusun Klerek adalah Mbah Aji Mustofa, kuburnya di daerah Krapyak, sampai sekarang dikeramatkan oleh penduduk sebagai tempat berlangsungnya upacara adat bersih desa atau selamatan desa. 

Nama Klerek diambil dari nama sebuah pohon yang bernama pohon klerek dimana buah dari pohon ini didapat dijadikan sebagai sabun cuci. Pada waktu itu daerah ini banyak ditumbuhi pohon klerek.

 

Dusun Tutup (Krajan)

Asal usul nama Dusun Tutup diambil dari sebuah pohon yang dahulu banyak tumbuh di daerah ini. Pohon tutup sendiri sudah hampir punah, hanya tinggal satu dua yang tersisa. 

Sedangkan yang membuka Dusun Tutup adalah salah satu seorang prajurit Pangeran Diponegoro bernama Mbah Iro, beliau datang sekitar abad ke 18 dan mendirikan padepokan sebagai tempat sekaligus sebagai tempat murid mencari ilmu, sehingga daerah ini dan sekitarnya sampai sekarang terkenal sebagai daerah Ndhempok.

 

Dusun Ngukir

Nama Dusun Ngukir diambil dari nama sebuah gunung yang berada di Desa Torongrejo, karena kebetulan letak dusun ini berada di lereng gunung tersebut. Pertama kali yang membuka dusun ini adalah Mbah Endek makamnya sampai sekarang dikeramatkan sebagai punden desa. 

Menurut cerita legenda nama Endek adalah perubahan nama dari Endhok (Ken Endhok) yang tidak lain adalah Ibu dari Ken Arok, Raja Singosari pertama. 

Cerita lain mengatakan bahwa sejak melahirkan anaknya dan Ken Arok dirawat dan dibesarkan oleh orang lain karena ayahnya tidak mengakui sebagai anak, ibunya menjadi sedih, oleh karena itu Ken Endhok bertapa sehingga musno jiwa raganya di Mojo (tepatnya di Punden Mojorejo).

 

Kemudian karena diketahui Ken Endhok wafat dan dikubur di bukit Cendono, daerah ini dinamakan dengan Ngukir. Karena Ken Endhoklah yang mengukir jiwa raga Ken Arok, sehingga dikemudian hari menjadi pendiri kerajaan Singosari.

 

Arti Nama Desa Torongrejo

Sedangkan untuk nama Desa Torongrejo terdapat dua versi dari mana nama tersebut diambil. Versi pertama mengatakan bahwa nama Torongrejo berasal dari kota Torong yang berarti nama pohon torong yang dahulu banyak tumbuh di daerah ini, dan kata rejo yang berarti ramai.

Versi dua juga diambil dari kata Torong yang berarti sumber air (mata air) karena di daerah ini banyak mata air dan rejo juga berarti ramai.

 

Pemimpin Desa Torongrejo

Sejarah kepemimipinan Desa Torongrejo yang dapat ditelusuri adalah sebagai berikut:

  • Ki Rolah memimpin mulai tahun 1835 sampai 1862 bertempat tinggal di Dusun Klerek.
  • Mbah Djah memimpin mulai tahun 1962 sampai 1885
  • Mbah Gimun memimpin mulai tahun 1885 sampai 1918
  • Mbah Latip memimpin mulai tahun 1918 sampai 1931
  • Bapak Taib Sumodiharjo memimpin mulai tahun 1945 sampai tahun 1947. Sejak tahun 1947 beliau mengungsih dan bergabung dengan tentara Republik.
  • Bapak Jupri (dikenal sebagai petinggi Rokomba yang ditunjuk oleh pemerintah pada waktu itu mengisi jabatan Kepala Desa yang kosong) memimpin mulai tahun 1947 sampai tahun 1948.
  • Bapak Taib Sumodiharjo kembali memimpin dari tahun 1948 sampai tahun 1982
  • Bapak Juwair / H. Mah Mudi Pjs. Kepala Desa dari tahun 1982-1983
  • Bapak Tawi Niti Karyo Sasmito memimpin mulai tahun 1983 sampai tahun 1993
  • Bapak Asmuni sebagai pejabat sementara Kepala Desa (Karateker) mulai tahun 1993 sampai tahun 1996
  • Bapak Maruwi memimpin tahun 1996 sampai tahun 2006.
  • Bapak Kateni sebagai Penjabat Sementara Kepala Desa mulai 1 Maret 2006 sampai 9 Mei 2007.
  • Bapak Moch. Yakni, S. Ag., M. PdI sebagai Pelaksana Tugas Kepala Desa mulai 10 Mei 2007 sampai dengan 27 Juni 2007.
  • Bapak Kateni Warno Raharjo sebagai Kepala Desa mulai 27 Juni 2007 sampai dengan 27 Juni 2013.
  • Bapak Moch. Yakni, S. Ag., M. PdI sebagai Penjabat Kepala Desa mulai 9 Mei 2013 sampai dengan 24 Juni 2013.
  • Bapak Sugeng Santoso Widjoyo sebagai Kepala Desa mulai 17 Juni 2013 sampai dengan 17 Juni 2019

 

Peristiwa Bersejarah di Desa Torongrejo

 

Tahun KejadianPeristiwa BaikPeristiwa Buruk
1970Serangan wereng pada tanaman padi, sehingga seluruh petani gagal panen
1972Petani beralih dari tanaman padi ke tanaman sayur (bawang putih dan bawang merah) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat

1981Listrik masuk desa, sehingga meningkatkan keamanan dan kesejahteraan warga.

1998Swadaya pipanisasi HIPPAM dari sumber air Desa Pandanrejo ke Desa Torongrejo.

2003Banjir bandang yang menyebabkan lahan pertanian banyak yang rusak ( > 25 Ha), sarana prasarana irigasi rusak, pipa air bersih rusak.

2004Serangan hama penggerek daun (set) yang menyerang tanaman bawang merah, sehingga petani gagal panen.

(Artikel diatas diambil dari RPJMDes Torongrejo 2016-2021 dengan beberapa modifikasi di beberapa bagian)